Jumat, 06 Januari 2012

Krisis HAM, Konflik Gubernur dan Gerakan Sosial


Oleh : Muhammad Fuad

Tanpa terasa kemelut konflik Gubernur Lampung sudah berjalan hampir 3 tahun. Tepatnya pada tanggal 29 Desember 2002, Pemerintah Pusat (ketika itu Presiden Megawati) melalui Mendagri Hari Sabarno mengirim surat kepada DPRD Lampung untuk menunda pemilihan Gubernur Lampung periode 2002-2007. Dimulai dari sinilah konflik Gubernur Lampung terjadi. Anehnya dalam rentan waktu yang cukup lama, sampai kini belum menunjukkan adanya arah penyelesaian konflik secara konkrit, sehingga wajar muncul  pertanyaan dan kejengkelan banyak kalangan.

Carut-marutnya dunia perpolitikan elite politik, pada kenyataannya semakin menenggelamkan isu-isu kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan perburuhan serta penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi. Kondisi tersebut pada gilirannya akan melahirkan krisis terhadap Hak Asasi Manusia. Dalam konteks ini, sesungguhnya wacana tentang siapa yang harus memimpin Lampung sebenarnya sudah tidak lagi seksi dan harus segera diakhiri. Karena dibalik itu, ada persoalan mendasar yang selama ini terabaikan yakni rendahnya pemenuhan dan perlindungan pemerintah terhadap hak asasi manusia.

Masih segar dalam ingatan kita, ketika pihak Rumah Sakit Umum Abdul Muluk (RSUAM) berencana menutup pelayanan lantaran tidak adanya dana operasional, kemudian disusul dengan rencana pemulangan gaji ke-13 Pegawai Negeri sipil (PNS) oleh Pemerintah Provinsi. Tapi untungnya rencana ini tidak benar-benar terjadi. Bayangkan jika hal ini terjadi, berapa ribu pasien yang akan terlantar dan mungkin kehilangan hak hidup! juga beban yang harus ditanggung oleh PNS. Logikanya, jika konflik gubernur ini terus berkepanjangan; Pemerintah Pusat tidak tegas, Legislatifnya ‘ngotot’ dan Eksekutifnya ‘keras kepala’ sehingga pembahasan RAPBD tahun 2006 tidak pernah terealisasi. Maka dapat dipastikan akan menghasilkan kekacauan, RSUAM dan kantor pemerintah tidak beroperasi, pembangunan tidak berjalan dan terhentinya pelayanan publik.

Sikap elite politik yang saling berebut kekuasaan, sesungguhnya menjadi ironi ditengah semakin terpuruknya kondisi sosial-ekonomi rakyat akibat kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 1 Oktober. Sebagai bahan renungan, saat ini angka kemiskinan di Lampung berdasarkan jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) mencapai 622.004 KK . Dengan asumsi setiap keluarga memiliki 2 orang anak, maka angka kemiskinan di Lampung  mencapai 2.488.016 jiwa. Patut disadari bahwa, kemiskinan yang dialami rakyat akan selalu berimplikasi pada rendahnya akses kesehatan, kelaparan dan kekurangan giji, kematian akibat penyakit, rendahnya akses pendidikan serta tempat tinggal yang tidak memadai.

Di sisi lain program-program pemerintah seperti program kesehatan dan pendidikan belum  berjalan dengan baik. Hal ini terlihat jelas di kabupaten Lampung Selatan yang sebagian besar penduduknya adalah petani yakni, sebanyak 84,6% tidak memperoleh akses kesehatan dari jumlah penduduk miskin mencapai 45.825 jiwa. Sementara berdasarkan data di rumah sakit dan puskesmas di Lampung Selatan melalui Human Development Indeks (HDI) tahun 2004, 66% ibu hamil menderita giji buruk dan 13,7% balita menderita kurang giji. Angka kematian ibu mencapai 56/100.000 kelahiran hidup, angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka kematian bayi 40/100.000 kelahiran hidup .

Begitu pula dengan akses pendidikan, meskipun kebijakan pemerintah tentang dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Khusus Murid (BKM) telah berjalan, kenyataan di lapangan belum banyak membantu siswa karena masih lemahnya sosialisasi dan monitoring terhadap kebijakan tersebut, sehingga tak jarang terjadi penyimpangan. Persoalan pendidikan juga meliputi: masih rendahnya kompetensi guru dan minimnya gaji sebagian besar guru swasta yang jauh di bawah Upah Minimum Propinsi (UMP).

Derita rakyat juga dialami oleh buruh yakni, rendahnya Upah Minimum Provinsi (UMP) yang hanya sebesar Rp. 405.000,- dan dianggap masih jauh dari Kebutuhan Hidup Layak (KHL), rendahnya jaminan kesejahteraan buruh termasuk indikasi akan dirumahkannya ribuan buruh akibat naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Selanjutnya tingginya beban hidup juga dialami oleh nelayan, dimana akibat kenaikan harga BBM berimbas pada tingginya biaya operasional baik berupa biaya solar maupun biaya makan yang harus dikeluarkan oleh nelayan. Sehingga menyebabkan para nelayan berhenti melaut atau berpindah profesi bahkan tidak sedikit nelayan yang harus menganggur.

Sayangnya potret buram pemenuhan dan perlindungan HAM seperti dijelaskan di atas tidak dengan sendirinya menjadikan para elite politik bersikap arif dan bijaksana dalam menyelesaikan konflik, para elite politik justru cendrung bersikap semau gue lu peduli ape!


Perangkat Hukum

Sejumlah perangkat perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia sesungguhnya telah diatur dalam Amandemen Undang Undang Dasar 1945 ke-4 baik tentang hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) maupun Hak-hak Sipil (Sipol) dan diperkuat dengan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM. Kemudian dipertegas kembali oleh SBY–Kalla dalam naskah bertajuk Membangun Indonesia yang Aman, Adil dan Sejahtera (Jakarta, 10 Mei 2004), di bidang Hak Asasi Manusia (HAM), SBY-JK menjanjikan ”Agenda Program Keadilan Hukum, HAM dan Demokrasi” termasuk ”penghormatan dan pengakuan atas Hak Asasi Manusia”. Dalam uraiannya, dikatakan bahwa ”Pemenuhan HAM merupakan suatu keharusan agar warga negara dapat hidup sesuai dengan kemanusiaannya”. Hak-hak tersebut meliputi “ hak atas kebebasan berpendapat, hak atas kebebasan berorganisasi, hak atas keyakinan agama, hak atas kecukupan pangan , hak atas rasa aman, hak atas penghidupan dan pekerjaan, dan hak atas hidup yang sehat” . Terakhir pada tanggal 30 September 2005 semangat pemerintah Indonesia untuk melindungi dan menghormati HAM juga ditunjukkan dengan meratifikasi dua Kovenan Internasional Hak Asasi Manusia yakni, Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (Sipol) dan Kovenan Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob).

Dengan demikian jelaslah bahwa negara utamanya pemerintah secara hukum telah terikat dalam mengambil peran demi pemajuan HAM. Dalam upaya ini, setidaknya ada tiga elemen kewajiban negara, pertama kewajiban untuk menghormati/menghargai (state obligation to recpect) kedua, kewajiban untuk melindungi (state obligation to protect) ketiga, kewajiban untuk mempromosikan dan mewujudkan hak (state obligation to promote and fulfill). Sehingga kemajuan atau kesungguhan pemerintah merealisasikan kewajibannya dalam pemajuan Ham terlihat jelas dari bagaimana pemerintah pertama, melaksanakan mandat dari kebijakan politik negara (konstitusi dan perundang-undangan) kedua, menuangkan perencanaan dan alokasi kebijakan realisasi bagi pemenuhan hak sosial ekonomi rakyat.

Karenanya, ketika pemerintah tidak mampu memberikan perlindungan dan pemajuan HAM kepada rakyatnya, merupakan indikasi bahwa pemerintah telah gagal menjalankan kewajibannya sebagai penerima mandat. Sekarang hanya tinggal satu pertanyaan, kalau hak-hak rakyat terabaikan, sementara para elite politik sibuk berebut kekuasaan, kemana rakyat mengadu? Di sinilah rakyat yang merupakan korban sesungguhnya dari perbuatan para elite politik harus mengambil inisiatif.



Gerakan Sosial

Dari perspektif demokrasi, mengutip pendapat Prof. Dr. Thomas Meyer , pada dasarnya demokrasi mengenal tiga pendekatan berbeda untuk mencapai tujuan publik (model-model pengaturan) : pertama melalui pasar dimana orang bisa memperoleh barang dan jasa sesuai dengan harga yang dibayar kedua, melalui negara dimana semua orang dapat menikmati kebutuhan-kebutuhan bersama dalam kehidupan bermasyarakat, bila perlu negara menggunakan intrumen kekuasaan agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpenuhi ketiga, melalui masyarakat sipil dimana orang dapat memenuhi kebutuhan kolektif melalui tindakan solidaritas secara sukarela oleh kelompok tertentu dalam masyarakat. Pandangan ini mengisaratkan bahwa demi mencapai tujuan public terdapat 3 (tiga) sektor yang mempunyai peran dan fungsi masing-masing yakni, pasar, negara dan masyarakat sipil

Berkaitan dengan konflik Gubernur, dalam situasi kebuntuan politik saat ini, maka pemberdayaan masyarakat sipil kiranya menjadi penting untuk disuarakan sebagai kekuatan pengimbang terhadap negara dengan melakukan pengawasan terhadap negara dari kecendrungan buruknya.  Disinilah sesungguhnya peran masyarakat sipil sangat diperlukan guna mendorong dan mengawal proses penyelesaian konflik. Inilah waktunya gerakan-gerakan sosial yang dibangun selama ini dalam upaya memperkuat Civil Sosiety, dijadikan sumber utama untuk melakukan kerja-kerja tersebut.

Alexis de ‘Tocqueville’ mendefinisikan masyarakat sipil sebagai wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswadayaan dan kemandirian tinggi dalam berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya . Masyarakat sipil ini dapat mewujud ke dalam gerakan sosial yang dipelopori oleh organisasi rakyat, mahasiswa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), media massa, kaum intelektual yang belum terkooptasi oleh penguasa, petani, buruh, nelayan dan miskin perkotaan. Diharapkan melalui gerakan ini, dari aneka kekuatan yang tersedia dapat dimanfaatkan sebagai pendobrak berakhirnya konflik, untuk  kemudian menjadi stimulator dan motor penggerak demi pemenuhan dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya terutama mereka yang papa miskin, tersingkir dan termarjinalkan.

Akhirnya, bagi rakyat persoalan siapa yang akan berkuasa ngak penting dan sama sekali bukan urusan rakyat, yang penting bagi rakyat adalah terpenuhinya hak-hak dasar mereka. Dan semoga peringatan hari Hak Asasi Manusia Sedunia yang jatuh pada tanggal 10 Desember dapat menjadi momentum bagi rakyat menagih hak-haknya.


Wassalam









IDENTITAS PENULIS

Nama             : Muhammad Fuad, S.Sos
Tempat, Tgl Lahir    : Jakarta, 31 Agustus 1976
Pekerjaan        : Staff LBH Bandar Lampung
Pengalaman Organisai :
1.    Mantan Ketua SMPT UBL Tahun 1997-1998
2.    Mantan Wakil Koordinator Keluarga Mahasiswa Pemuda Pelajar Rakyat Lampung (KMPPRL) Tahun 1998
3.    Divisi Informasi dan Komunikasi Dewan Rakyat Lampung
4.    Pengurus Ikatan Keluarga Alumni FISIP UBL
5.     Staff LBH Bandar Lampung
Alamat Kantor     : Jl. MH Thamrin No. 63/3 Gorong Royong Tanjung Karang Pusat
  Bandar Lampung Telp.  7478795
Contac Number     : Hp. 08159203247 E-mail : fuad_jii@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hukum News

Korupsi News

Visitors

Berita

Fokus Kajian

  • Demokrasi
  • Hak Asasi Manusia

Politik News

Jakarta - DPR telah membatalkan rencana pembangunan gedung baru. Namun diam-diam membangun satu-persatu ruang rapat. DPR dinilai menipu rakyat. "Mereka tidak pernah stop pembangunan gedung baru, tapi mereka memecah rencana itu sampai tahun 2014. Saya pikir sekarang mereka siasati satu-persatu. Mulai parkir, toilet, ruang Banggar di Nusantara II, kemudian totalitas pembangunan gedung DPR itu sendiri," tuding Direktur Lima Indonesia, Ray Rangkuti, kepada detikcom, Rabu (11/1/2012. Di tahun-tahun yang akan datang, Ray meyakini, DPR akan membangun berbagai fasilitas penunjang. Sehingga pada akhirnya gedung DPR yang diperbaiki pelan-pelan akan kian nyaman untuk mereka, tanpa ada protes rakyat. "Nanti mungkin tahun 2013 ruang komisi dan ruang anggota. Nanti tahun 2014 mungkin sudah sekretariat. Nanti orang sudah sibuk ngurusin pemilu dan mungkin sekali tak memantau proyek-proyek ini,"duga Ray. Baginya hal seperti ini tak perlu dilakukan DPR. DPR seharusnya menjaga komitmen yang dibuat di depan rakyat dan fokus menyalurkan aspirasi rakyat, bukan melengkapi gedung DPR dengan fasilitas mewah. "Mereka mencoba licik menipu rakyat dengan tidak membangun gedung baru. Tapi tetap membangun fasilitas untuk mereka. Ini secara filosofis sangat menyedihkan," keluhnya. Anggota Banggar DPR punya ruang rapat baru di Gedung Nusantara II DPR. Anggaran pembangunannya fantastis, rumornya mencapai Rp 20 miliar. Ruang rapat baru Badan Anggara DPR telah dilelang pada bulan Oktober 2011. Perkiraan harga proyek keseluruhan Rp 20.370.893.000. Berdasarkan penguluman lelang Setjen DPR dengan kop "PENGUMUMAN PELELANGAN UMUM Nomor : 523111/MUM_U/BANGGAR/03/GP/ 2011", proyek ini masuk tahu anggaran 2011. Pembangunan ruang baru Banggar tidak banyak yang tahu karena dilaksanakan pada masa reses DPR, periode Desember 2011. Dan saat anggota Banggar DPR memasuki masa sidang baru, anggota Banggar DPR akan menempati ruangan baru. Ruang baru anggota Banggar DPR terletak di depan ruang rapat Komisi III DPR dan ruang rapat Komisi I DPR. Sebelumnya ruang rapat Banggar DPR berada di Gedung Nusantara I DPR. Setjen DPR tidak membantah pagu anggaran Rp 20 miliar untuk pembangunan ruang baru Banggar DPR. Namun enggan juga memberitahukan efisiensi anggarannya. "Itu nanti seperti apa detailnya lewat Bu Sekjen saja ya, supaya tidak ada distorsi informasi," kilah ketua Biro Harbangin DPR, Sumirat, kepada detikcom.

Site Map

Advertise