Sabtu, 07 Januari 2012

Kebijakan Politik Agraria Pemerintah Tidak Berpihak Pada Petani

KEBIJAKAN politik agraria secara nasional belum berpihak pada kaum tani dan rakyat kecil. Sehingga perlu adanya konsolidasi nasional dari para pengiat gerakan reforma agraria dan organisasi-organisasi tani untuk menekan pemerintah.

Demikian kata, Usep Setiawan Ketua Dewan Nasional KPA dalam acara diskusi kebijakan politik agraria di Kantor Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Selasa (19/7/2011) di Jakarta.
“Sejak Orde Baru hingga sekarang, tidak ada perubahan mendasar dalam politik agraria. Semua masih sangat kolonialistik, kapitalistik, dan hanya berpihak pada kepentingan modal,” tegas Usep Setiawan.

Akibat tidak adanya perubahan kebijakan politik agraria tersebut, ketimpangan struktur kepemilikan tanah dan sumber-sumber agraria masih tetap terjadi. Bahkan semakin mengganas dalam menciptakan ketidakadilan dan ketimpangan sosial.

“Ada banyak masyarakat yang tidak memiliki tanah, bahkan sama sekali tidak punya tanah. Sementara di sisi lain, hanya ada sedikit orang yang menguasai tanah dan sumber-sumber agraria dalam jumlah yang sangat luas,” imbuhnya.

Namun, kata Usep Setiawan, para pegiat gerakan reforma agraria tidak perlu pesimis. Pasalnya, saat ini ada PP No.11 Tahun 2010 tentang penertiban dan pendayagunaan tanah telantar yang bisa digunakan oleh para aktivis gerakan pembaruan agraria untuk mendorong agar BPN-RI bisa lebih pro-aktif untuk melaksanakan reforma agraria. Karena, salah satu tugas pokok BPN adalah melaksanakan reforma agraria.

Sekalipun, Usep Setiawan mengakui ada banyak kelemahan dalam PP No.11/2010 tersebut. Salah satu kelemahannya yang paling mendasar adalah PP tersebut tidak punya kemampuan untuk menyentuh persoalan-persoalan agraria yang ada di sektor kehutanan, pertambangan, dan lembaga-lembaga pemerintah lain seperti institusi TNI/Polri.

“Kelemahan PP tersebut sekaligus menjadi kelemahan kewenangan BPN dalam menjalankan salah satu tugas pokoknya untuk melaksanakan reforma agraria,” tandas Usep Setiawan yang saat ini juga menjadi Staf Khusus Bidang Hukum Kepala BPN-RI.

Dominasi Komprador
Sementara menurut Sekjend Aliansi Gerakan Agraria (AGRA) Rahmat, tidak adanya kebijakan politik agraria yang memihak rakyat, khususnya petani kecil dan buruh tani itu karena negara masih didominasi para komprador yang anti reforma agraria. Bahkan kebijakan reforma agraria yang dilakukan oleh BPN-RI itu bukan reforma agraria. Melainkan hanya sekadar langkah taktis untuk menyelamatkan posisi semata.

Buktinya, kata Rahmat, BPN tidak pernah berani melawan perusahaan-perusahaan besar seperti PT. Sinarmas Group, Wilmar Group, dan Bakrie Group yang menguasai banyak lahan dan sumber-sumber agraria. Padahal perusahan-perusahan besar itu banyak merampas tanah-tanah rakyat dan melahirkan konflik agraria.

Sebagai organisasi tani yang memiliki puluhan ribu anggota dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia, Rahmat mengakui bahwa persoalan paling berat yang selama ini dihadapi kaum tani adalah ketika terjadi konflik dengan perusahaan besar yang memiliki hubungan secara langsung dengan kapitalisme internasional. Ia menyebutnya sebagai “tuan tanah baru” korporasi yang berhubungan dengan kapitalisme Internasional.

Selain itu, musuh terberat keduanya adalah ketika pemerintah itu sendiri yang menjadi “tuan tanahnya.” Seperti, PTPN, Perhutani, TNI dan Polri yang menguasai tanah. “Kedua tipe tuan tanah inilah yang saat ini menjadi musuh utama petani,” tegasnya.

Diskusi yang dihadiri sekitar 20 orang anggota dan pengurus AGRA ini, dimoderatori oleh Sugiyarno, staf Bagian Umum AGRA. Usai diskusi, Usep Setiawan menyerahkan buku karyanya yang berjudul “Kembali ke Agraria” pada Sekjend AGRA, Rahmat.* -Sidik Suhada-

Sumber : http://www.kpa.or.id/berita-119-kebijakan-politik-agraria-pemerintah-tidak-berpihak-pada-petani.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hukum News

Korupsi News

Visitors

Berita

Fokus Kajian

  • Demokrasi
  • Hak Asasi Manusia

Politik News

Jakarta - DPR telah membatalkan rencana pembangunan gedung baru. Namun diam-diam membangun satu-persatu ruang rapat. DPR dinilai menipu rakyat. "Mereka tidak pernah stop pembangunan gedung baru, tapi mereka memecah rencana itu sampai tahun 2014. Saya pikir sekarang mereka siasati satu-persatu. Mulai parkir, toilet, ruang Banggar di Nusantara II, kemudian totalitas pembangunan gedung DPR itu sendiri," tuding Direktur Lima Indonesia, Ray Rangkuti, kepada detikcom, Rabu (11/1/2012. Di tahun-tahun yang akan datang, Ray meyakini, DPR akan membangun berbagai fasilitas penunjang. Sehingga pada akhirnya gedung DPR yang diperbaiki pelan-pelan akan kian nyaman untuk mereka, tanpa ada protes rakyat. "Nanti mungkin tahun 2013 ruang komisi dan ruang anggota. Nanti tahun 2014 mungkin sudah sekretariat. Nanti orang sudah sibuk ngurusin pemilu dan mungkin sekali tak memantau proyek-proyek ini,"duga Ray. Baginya hal seperti ini tak perlu dilakukan DPR. DPR seharusnya menjaga komitmen yang dibuat di depan rakyat dan fokus menyalurkan aspirasi rakyat, bukan melengkapi gedung DPR dengan fasilitas mewah. "Mereka mencoba licik menipu rakyat dengan tidak membangun gedung baru. Tapi tetap membangun fasilitas untuk mereka. Ini secara filosofis sangat menyedihkan," keluhnya. Anggota Banggar DPR punya ruang rapat baru di Gedung Nusantara II DPR. Anggaran pembangunannya fantastis, rumornya mencapai Rp 20 miliar. Ruang rapat baru Badan Anggara DPR telah dilelang pada bulan Oktober 2011. Perkiraan harga proyek keseluruhan Rp 20.370.893.000. Berdasarkan penguluman lelang Setjen DPR dengan kop "PENGUMUMAN PELELANGAN UMUM Nomor : 523111/MUM_U/BANGGAR/03/GP/ 2011", proyek ini masuk tahu anggaran 2011. Pembangunan ruang baru Banggar tidak banyak yang tahu karena dilaksanakan pada masa reses DPR, periode Desember 2011. Dan saat anggota Banggar DPR memasuki masa sidang baru, anggota Banggar DPR akan menempati ruangan baru. Ruang baru anggota Banggar DPR terletak di depan ruang rapat Komisi III DPR dan ruang rapat Komisi I DPR. Sebelumnya ruang rapat Banggar DPR berada di Gedung Nusantara I DPR. Setjen DPR tidak membantah pagu anggaran Rp 20 miliar untuk pembangunan ruang baru Banggar DPR. Namun enggan juga memberitahukan efisiensi anggarannya. "Itu nanti seperti apa detailnya lewat Bu Sekjen saja ya, supaya tidak ada distorsi informasi," kilah ketua Biro Harbangin DPR, Sumirat, kepada detikcom.

Site Map

Advertise